sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Jumat, 27 Maret 2015

Kembali...



Hari ini Jumat, 27 Maret 2015 menjadi waktu pemisah antara ruh dan jasad dari orangtua teman saya di Sukun, Kepanjen Malang.  Yang sudah 5 hari dirawat di rumah sakit karena menderita diabetes. Innalilahiwainnailahi rajiun. Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT. Kami berempat  mewakili teman-teman yang  lain ikut berbela sungkawa. Tidak terlalu lama kami berbincang-bincang di rumah almarhum, tanda-tanda adzan memanggil sholat Jumuah sudah mulai terdengar.  Batin saya sebelum menuju rumah almarhum tadi, pingin sholat dimasjid jami’. Hampir saja keinginan tidak sampai. Mengapa? Karena semua parkiran di depan masjid dan di sekitar alun-alun yang mengelilinginya hampir semua penuh. Alhamdulillah masih ada satu tempat di pojok timur alun-alun.Lega!


Udara begitu panas. Kaki tidak kuat menahan panas lantai serambi masjid yang terkena langsung  sinar matahari. Buru-buru saya ambil air wudlu agar tidak ketinggalan jauh khotbah Jumatnya. Padat! Begitu batin saya melihat dan merasakan penuh sesak jamaah yang menghadiri sholat. Putar-putar mengikuti tangga mencari tempat yang masih kosong. Akhirnya dilantai 3 masih ada beberapa tempat saja yang masih kosong. Plong! Rasa hati dan batin ini setelah menunaikan sholat. Ganti yang belum plong… ini perut mulai keroncongan. Kayaknya tahu kalau sekarang jadwalnya makan ciang kali. Cari-cari tempat yang cocok ternyata tidak mudah. Dari kejauhan kelihatan rumah makan khas makanan Jawa dank has China. Baru diparkir kendaraan -belum sampai turun- pemiliknya datang… menyambut kami berempat. Koq malah ragu? Sorry, sorry tidak jadi. Lalu kami pergi mencari rumah makan yang lain di daerah Singosari.

+++

Saat saya makan baru beberapa suapan terdengar lagu yang begitu tidak asing ditelinga. Kaki pengingin bergerak saja. Dan akhirnya menyerah…   Terlarut emosi dengan nuansanya syair lagu ...Yogyakarta dari kla project

Pulang ke kotamu,
ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna

Terhanyut aku akan nostalgi
saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja

Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima
menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu

[Walau kini kau t’lah tiada tak kembali] Oh…
[Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
Bila hati mulai sepi tanpa terobati]
Oh… Tak terobati

Musisi jalanan mulai beraksi, oh…
Merintih sendiri, di tengah deru, hey…

Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
[untuk s’lalu pulang lagi]
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh…
[Walau kini kau t’lah tiada tak kembali]
Tak kembali…
[Namun kotamu hadirkan senyummu abadi]

Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi
[Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi]
Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi
[Bila hati mulai sepi tanpa terobati]
Bila hati mulai sepi tanpa terobati
Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi,

abadi ...

Kata PULANG yang dilantunkan menghentak dan membawa batin menerawang sebuah  perjalanan panjang. Akherat!Yang kebanyakan terlupakan dengan kesibukan sehari-hari. Pulang, semua dari kita pasti ingin pulang. Tapi pulang ke akherat ? nanti dulu… Jika nanti dulu kapan siapnya? Senyum abadi tidak akan terjadi  bila diri tidak segera menyiapkan. Ajal setiap saat ’kan menjemput! Pertanyaan yang saya lemparkan pada jamaah pengajian Kamisan saya adalah “Berapa banyak waktu yang kita berikan untuk akherat kalau waktu akherat yang  abadi dibanding dengan urusan dunia?”

Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa),Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar” (QS. Al Mu’minun:55-56)

Coba kita semua renungkan penjelasan Ibnu Katsir berkaitan tentang harta dan anak-anak yang yang semua manusia kejar sampai melupakan akherat.

Jika Allah memberinya cobaan dan mengujinya dengan menyempitkan rezekinya, sebagian orang menyangka Allah sedang menghinakannya. Maka Allah katakan : { كَلا } (sekali-kali tidak). Yang dimaksud bukanlah seperti persangkaan mereka. Allah memberikan harta kepada orang yang Allah cintai dan kepada orang yang tidak Allah cintai. Allah juga menyempitkan harta terhadap orang yang Allah cintai maupun orang yang tidak dicintai-Nya. Sesungguhnya semuanya bersumber pada ketaatan kepada Allah pada dua kondisi tersebut (baik ketika mendapat rezeki yang luas maupun rezeki yang sempit). Jika seseorang  kaya (mendapat banyak rezeki harta) dia bersyukur kepada Allah dengan pemberian tersebut, dan jika miskin (sempit rezeki) dia bersabar.” (Tafsiru al Quran al ‘Adzim, Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Banyak sedikitnya rezeki duniawi adalah ujian semata, bukan standar kecintaan Allah terhadap hamba. Rezeki harta sebagai ujian Allah atas hamba-Nya, untuk mengetahui siapakah di antara hambanya yang bersyukur dan bersabar.

Mari kita kembali kepada-Nya dengan menyiapkan diri berupa ketaatan kepada-Nya. Bersyukur saat mendapat karunia dan sabar saat mendapat kekurangan karena semua adalah ujian. Semoga senyum abadi tak kembali menutup akhir langkah kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar