sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Senin, 04 Februari 2013

Harga Diri vs Diri tak Berharga



Inti dari seseorang adalah akhlak yang menjadi budi pekertinya. Berharga atau tidaknya seseorang dihadapan manusia lain tidak lain karena akhlaknya. Lebih-lebih nanti dihadapan Allah SWT yang akan menghisab setiap manusia juga di dasarkan pada amal perbuatan. Dalam hal ini menjadi buah dari akhlak. Sekarang apakah dari kita, sebagai manusia yang mempunyai kebebasan untuk memilih sebagai orang yang berakhlak atau tidak? Artinya bahwa seseorang yang dalam hidupnya memerankan sebagai orang yang berakhlak mulia atau sebaliknya. Sebagai contoh, peran seorang yang jujur pada umumnya semua sepakat bahwa itu akhlak atau perangai yang mulia. Meskipun terjadi pertentangan di kelompok-kelompok kecil yang mengedepankan kepentingan “dunia” maka jujur menjadi sifat yang “tidak baik” untuk dikedepankan di kelompoknya. Menjadi orang jujur atau orang bohong akhirnya diserahkan pada manusia itu sendiri untuk memilihnya. Pasti. Setiap orang sudah secara otomatis mampu menilai bahwa apakah seseorang itu jujur ataukah tidak, karena masing-masing dari kita telah memiliki ukuran yang merupakan anugerah Ilahi.
Memilih untuk berakhlak yang baik seseorang masih dipertimbangan bahkan diterima keberadaannya di lingkungan sekitarnya. Meskipun orang itu tidak berharta banyak, tidak perpangkat tinggi, dan tidak bergelar di samping namanya. Orang-orang seperti ini bukanlah membahayakan lingkungan. Bukan pula parasit yang menyebarkan benih-benih kerusakan dan mengganggu di mana pun mereka berada. Sampai pada suatu titik di mana orang itu “bodoh” tidak memiliki kepandaian apapun. Toh. Masyarakat masih menerimanya sebagai warganya. Lain halnya ketika seseorang yang memiliki segalanya, namun berakhlak yang buruk. Banyak orang yang tentu membencinya karena ketidaksesuaiannya antara banyaknya harta tapi dipakai untuk melakukan kecurangan dan kejahatan. Tingginya jabatan tidak membawa kebaikan bagi orang lain, malah menjadikan sengsara dan kerusakan pada masyarakat atas perbuatannya. Demikian juga orang yang gelarnya banyak disematkan di samping namanya tidak memberikan pengaruh dan kontribusi pada kemajuan orang lain, justru menunjukkan keburukan moral seorang akademisi. Memalukan. Benci… Benci… Masyarakat tentu saja membenci orang-orang yang tidak memiliki akhlak mulia bahkan mengusirnya kalau mungkin keluar dari muka bumi ini.   
Setiap manusia yang lahir di muka bumi ini telah dianugerahkan potensi oleh Allah Sang Pencipta jagad raya ini. Untuk mengurusi dunia manusia diberikan bekal berupa akal pikiran, perasaan, dan budi pekerti menjadi modal utama untuk kemakmuran bumi ini. Bersamaan itu pula Allah SWT juga menganugerahkan potensi pada setiap diri manusia berupa keburukan sebagai pasangannya. Benar-benar Allah menunjukkan rahman dan rahim-Nya atas hamba-hamba-Nya. Dengan alasan ini pulalah manusia dibalas oleh Allah dengan kehidupan yang menyenangkan berupa surga bagi yang memilih akhlak mulia dalam hidupnya. Balasan Allah juga berlaku atas orang-orang yang memilih berakhlak buruk berupa kehidupan yang sengsara, yaitu neraka.(dari Para Penghuni Surga oleh Heri miarto)