sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Rabu, 30 September 2015

Bekerja Sajalah

Tantangan terbesar bagi pendidikan kita adalah ada upaya merobohkannya baik langsung maupun tidak langsung. Apakah negara dan bangsa ini sudah menyadari terjadi? Seperti apa  pendidikan kita ini roboh? Tanggungjawah siapakah bila pendidikan ini roboh? Dan mengapa pendidikan bangsa ini sampai bisa roboh? Lalu apa yang dapat kita, para pendidik lakukan? Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara yang membangun dan yang merobohkannya. 

Bangsa Indonesia yang memiliki penduduk terbesar ke-4 di dunia ini secara nasional belum memiliki sistim pendidikan yang kokoh. Beberapa indikasi yang dapat dirasakan adalah pertama, derasnya informasi yang menyerang kesegenap segmen sudah tidak dapat dibendung lagi. Yang mengakibatkan pendidikan hanya sebagai tempat jual beli(pasar). Kedua, visi pendidikan nasional belum menjadi komitmen kuat oleh para pemangku kepentingan, mulai dari atas sampai ke bawah. Ketiga, yang menjadi tren kesuksesan peserta didik hanya pada otak semata, jadi tidak imbang. Mustinya pembangunan karakter tidak dijadikan sebagai pelengkap penderita. Keempat, topik-topik yang dibicarakan para pendidikan lebih intens masalah-masalah di luar pendidikan. Dan kelima, belum mampu melahirkan model pendidikan setidaknya di setiap kabupaten yang sesuai visi pendidikan nasional.

Dari kelima indikasi di atas fakta yang didapat di lapangan adalah:
Indikasi pertama
Gelombang perubahan perilaku peserta didik baik di sekolah maupun di rumah sudah mengalami pergeseran. Hal ini tampak dari tampilan atau gaya hidup yang borjuis, hidonis dan kurang agamis. Yang lain berupa pergaulan semakin terbuka dan kebablasan antara laki dan perempuan. Selfi di media sosial menjadi gaya pamer diri dan kesombongan yang tidak punya makna tinggi. Akibat dari ini semua kiblat pendidikan bukan lagi dari visi pendidikan nasional tapi impor budaya dari negara barat, yang serba boleh dan yang tidak memiliki nilai-nilai luhur. 

Contoh: perayaan ulang tahun dengan berfoya-foya, valentine day dengan kemaksiatan, kelulusan UN dengan pesta bikini, berdua-dua di taman tanpa malu-malu lagi, mempertontonkan tubuh tanpa rasa risih & malu di media sosial dan corat-coret baju saat lulusan menjadi kebanggaan.

Indikasi kedua
Gerakan bersama membangun karakter peserta didik sekedar sebagai formalitas dan proyek jika waktunya selesai ya selesai sudah. Padahal membangun karakter itu terus-menerus tanpa dipisahkan dari mata pelajaran yang diajarkan. Kurikulum 13 mencoba untuk mengkaitkan KI-1 yang merupakan ruhnya ilmu dan karakter yang tidak bisa dipisahkan di setiap pengajaran di sekolah. Namun sayang niat dan kemauan belum menjadi jalan peserta didik cerdas sekaligus berkarakter.

Contoh: Guru dan pejabat terkait justru memberi contoh yang kurang baik UN yang tidak jujur, menyontek bersama dan terang-terangan, MOS hanya untuk lucu-lucuan, wajib belajar adalah wajib bayar, prestasi akademis lebih dipandang hebat dibanding prestasi karakter, mengajar ya mengajar karakter ya urusan guru agama.

Indikasi ketiga
Pendidikan yang sekuler terjadi akibat memisahkan antara pengajaran dengan nilai-nilai agama & karakter bangsa. Pendidikan yang diterima peserta didik terjadi split dan tidak utuh sebagai makhluk ciptaan Allah dan warga negara Indonesia. Ketaatan pada Tuhan hanya sebatas seremoni dan nasionalis hanya bertujuan untuk memperoleh jabatan atau keuntungan.

Contoh:Pendidikan yang diajarkan tidak menjadikan manusia yang utuh, prakmatisme lebih dominan dibanding idealisme, pembangunan kepribadian bangsa pada peserta didik kabur(tidak jelas), pendidikan agama hanya sebagai pelengkap, cara pandang lebih mengutamakan materi, dan konsumtif dibanding produktifitas.

Indikasi keempat
Problematika pendidikan dari tahun ke tahun semakin banyak dan komplek. Untuk itu, dituntut para pendidik mampu menyelesaikan dengan benar dan tepat. Karena penyelesaian yang kurang benar dan tepat akan berimplikasi pada sesuatu yang kurang baik.

Contoh:narkoba sudah menjadi daurat hingga menyerang anak-anak dan reamaja, penganiayaan sering terjadi di dunia pendidikan, tindak assusila melanggar norma hukum, dan problematika para guru melanggar HAM –penganiayaan.

Indakasi kelima
Lembaga pendidikan yang menginginkan perubahan harus mengalami meningkatan kualitas. Pembangunan kualitas seharusnya merupakan harapan dan sikap bersama para pemangku kepentingan. Kualitas di sini tentu sesuai dengan harapan pendidikan Nasional. Yaitu melahirkan manusia Indonesia yang seutuhnya. Bila blue print ada maka seyogyanya dapat dicontoh atau ditiru lembaga/sekolah lainnya.  Pada realisasinya: belum ada

Contoh : pemerintah sebagai penyelenggaran lembaga pendidikan belum mampu cetak model-model sekolah baik, sistem pendidikan nasional belum memiliki kemampuan spiritualitas dalam berkarya, semangat membangun pendidikan berkualitas masih setengah hati, sertifikasi belum mampu mendorong kontribusi kualitas menuju pendidikan yang lebih maju.
 
Untuk memperbaiki sistem pendidikan yang roboh tidaklah serta merta dirobohkan lalu dibangun kembali. Ambil langkah saja dengan bekerja  semoga meskipun kecil akan membantu menutup lubang-lubang bangunan. Robohnya kualitas pendidikan kita merupakan tanggungjawab kita semua para pendidik dan pemerintah(Diknas). Masyarakat juga harus ditingkatkan kepedulianya dalam berkontribusi peningkatan kualitas pendidikan. Untuk itu bekerja sajalah. Mengeluh pada kondisi seperti saat ini tiadalah berguna.Yes!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar