sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Jumat, 24 Juli 2015

Guru Tertawa



Apa hukumnya guru tertawa? Ha ha ha... setahu saya sih boooleh! Nabi pun pernah tertawa saat ada sahabat yang tergopoh-gopoh datang dihadapannya, mengatakan celaka, celaka, celaka! Ternyata dia telah junub di siang hari di bulan Ramadhan. Hingga diminta membayar kifarat tidak mampu akhirnya diberi Nabi makanan untuk orang miskin. Ternyata dia orang yang termiskin. Nabi menyuruh memberikan makanan kepada keluarganya. Itulah saat tertawa Nabi hingga kelihatan gigi gerahamnya. Dari berita Nabi tertawa yang menjadi catatan buat kita semua adalah... . Ini bukan hanya guru saja lho! Kalau manusia tahu tentang akherat(=siksa neraka) maka akan banyak menangis dibandingkan tertawa.


Tertawa adalah bentuk ekspresi jiwa melepaskan sesuatu yang diliputi kesenangan atau kebahagiaan. Kesenangan melihat sesuatu yang menyentuh dan membahagiakan. Kesenangan mendengar sesuatu yang lucu mengelitik hati dan menghibur. Kesenangan merasakan anugerah yang besar membangkitkan semangat dan gairah hidup.

Sebenarnya ada “tertawa semu.” Lho koq bisa? Ya dibuat bisa saja! Soalnya manusia juga pandai mengelabui. Kelihatan hidup serba kecukupan. Keluarga aman-aman saja. Hari-hari dihiasi dengan kemewahan, canda-tawa dan kesenangan. Tapi..., tiba-tiba terjadi perceraian. Rumah tangga berantakan. Atau kecanduan narkoba. Akhirnya penjara ganjarannya. Atau bunuh diri sebagi solusi! Karena jalan keluar sulit dicari. Naudzubillah mindzalik. Tertawa semu ini juga bisa berlaku bagi yang kurang beruntung. Memang orang kurang beruntung bisa e boleh tertawa? Haaalah, ‘kan tertawa bukan monopoli orang yang berada saja! Orang miskin pun boleh, untuk menghibur diri supaya tidak dirundung kesedihan terus-menerus.

Yang menjadi perhatian buat guru khususnya adalah tertawa tidaklah perlu terbahak-bahak. Perilaku ini bisa melupakan dan menghilangkan wibawa sebagai seorang guru. Karena guru berbeda dengan pelawak. Guru adalah pendidik yang mengajarkan sopan-santun yang luhur. Apa jadinya kalau guru itu “cengegesan”(jawa). Saya tidak tahu tepatnya dalam bahasa Indonesianya. Mungkin yang agak mirip ya “tidak serius hanya suka candaan saja.” Maka muridnya ‘kan jadi pelawak semua...? serius...! ya mungkin... Lha kalau begini kelas jadi garing? Endak begitu juga sih. Tapi kalau humor ya bolehlah untuk menghidupkan suasana.
Untuk dibuat sharing diantara kita, sesama teman guru adalah bagaimana kelas tidak membosankan. Membuat tertawa(=humor) saat mengajar atau di luar mengajar ada baiknya guru memperhatikan beberapa catatan berikut:
Tertawa
Hendaknya tertawa tidak menjadi kebiasaan yang sering dilakukan. Bila tidak hati-hati akan melupakan. Yang sering terjadi tidak mendapat esensinya malah tertawanya yang selalu diingat.
Humor
Humor kadarnya tidak sebesar tertawa. Kalau tertawa seringkali tujuannya bagaimana pendengarnya tertawa. Tiada peduli materi yang disampaikan. Bahkan sesuatu yang jorok dan menghina sering dimasukan agar dapat tertawa. Sementara humor memang bisa tertawa. Yang banyak adalah gerrrr. Atau tersenyum, gemas dan perasaan senang lainnya. Humor adalah jalan yang lebih baik dibandingkan tertawa. Oleh karena itu, guru perlu belajar atau membaca cerita-cerita humor agar kelas hidup. Ingat, humor hanyalah salah satu jalan untuk menjembatani materi pelajaran tersampaikan dengan baik. Agar bosan, kantuk dan penampakan lainnya tidak muncul di kelas. Mari kita mencoba!
Tersenyum
Dalam hadis menyebutkan bahwa senyum pada saudaramu(orang lain) adalah shadaqah. Guru tersenyum adalah perangai yang jauh lebih baik dan seeedab dipandang. Senyum yang baik kata Ari Ginanjar Agustian adalah tiga senti kearah kanan dan tiga senti kearah kiri. Jika tidak imbang maka tanggapan orang lain... Wahhh ini ngenyek! (menghina) walaupun sebenarnya belum tentu.
Jurus Guru mengambil simpati murid
Kebiasaan
Sering
Kadang-kadang
tersenyum
humor
tertawa

Mari kita jadikan guru tertawa e... bukan Guru tersenyum! Karena senyum tanda semangat, gairah dan optimis menatap masa depan. Terutama masa depan murid-muridnya. Meskipun guru nampak “stagnan” tidaklah mengapa asal murid jauh berkembang melampaui kehebatan gurunya. Tersenyumlah Guru! Jerih payahmu telah tampak di wajah murid-murid terkasih yang akan berkiprah membangun negeri tercinta. Indonesia!
+++


Gerakan buatlah guru tersenyum!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar