sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Jumat, 26 September 2014

Pendidikan Karakter Dalam Islam



Outbond Pembaharu 2014

Hebat! Kometar saya usai kegiatan tes wawancara. Yang berlangsung di awal bulan Mei 2014 yang lalu. Bagaimana saya sampai bisa mengomentari demikian? Berikut petikan wawancaranya:
Sebut saja nama interviewee Khoirul(nama samaran) dipanggil Irul.
Siapa namamu?”tanya saya
“Khoirul.”jawabnya singkat
Emm. Dimana asal sekolahmu?tanya saya kemudian
SMA Negeri di Surabaya, Ustadz!jawab Irul
Apa niatmu mendaftar menjadi mahasiswa STKIP?selidik saya
Begini, pak. Ee.. Ustadz! Aku kepingin lebih baik dan bermanfaat.terangnya singkat
Memangnya kamu belum menjadi anak yang baik?komentar saya
Apa kamu merokok? Minum-minuman keras? Atau pacaran?pertanyaan beruntun saya
Lalu Irul pun bercerita…
Kala sekolah di SMP ia punya gang yang suka bergerombol  membuat onar, berkelahi dan suka gandhol pick up atau truk cari tumpangan saat pulang sekolah. Tidak ketinggalan pula merokok dan minum-minuman keras!
Kamu juga minum, ya?!seloroh saya
Sumpah Ustadz! Cuma sekali, karena dipaksa!!!jawabnya dengan wajah penuh sesal
Benar Ustadz saat SMP…!imbuhnya
Tekad irul muda setelah kejadian itu hingga lulus SMA, menjadi anak yang baik dan mengajak teman-temannya yang berperilaku kurang baik, tidak pernah sholat dan berkata kotor menjadi mau sholat dan berkata lebih sopan.
Kejadian di atas merupakan sepenggal kisah perjalanan salah satu mahasiswa STKIP Al Hikmah calon guru pejuang, yang bukan hanya cerdas namun juga berakhlak karimah. Merekalah yang akan terus berjuang mencerdaskan anak-anak bangsa ke depan dan memberi tauladan dengan akhlak mulia.
Berbicara mengenai akhlak, kata ini berasal dari bahasa Arab akhlaq (yang berarti tabiat, perangai, dan kebiasaan)
Yang banyak ditemukan dalam hadis Nabi Saw. Dalam salah satu hadisnya Rasulullah saw. bersabda,
 “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”. (HR. Ahmad).
Melalui akhlaklah kelakuan manusia dapat dibedakan baik dan buruknya(Ainain, 1985: 186).
Sering kali istilah akhlak disamakan maknanya dengan moral dan etika. Dan sering pula disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun
(Faisal Ismail, 1998: 178).
Saat ini banyak didengungkan dan disosialisasikan dengan istilah pendidikan karakter. Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan karakter?    Kata karakter (Inggris: character) secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan(Echols dan Shadily, 1995: 214).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter”
diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang,
simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682).
Jadi orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan makna seperti itu berarti karakter identik dengan akhlak.

Menurut Prof . Suyanto Ph.D bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Di bangsa dan masyarakat yang sudah maju untuk menciptakan suatu harmoni kehidupan, karakter sangat dijunjung tinggi. Sebutlah tetangga kita, Singapura yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan kedisiplinan. Ketika seorang pelajar ketahuan mencontek, maka akan mendapat denda, dikeluarkan dari sekolah, dan selamanya tidak boleh menjadi pegawai pemerintah. Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan Negara kita…? Marilah kita bangun bersama-sama!
Sebenarnya pendidikan karakter di negara kita sudah  merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Dr. Martin Luther King menegaskan berkaitan dengan tujuan pendidikan yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Pendidikan karakter yaitu pendidikan yang harus melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Pembangunan karakter bukan hanya pada sisi pengetahuannya saja. Namun, dengan tindakan akan lebih berpengaruh. Dalam hal ini Prof. Suyanto Ph.D menjelaskan dengan menggunakan model pendidikan holistik.
Pertama,  metode knowing the good, yaitu dengan diajarkan yang ada pada 9 pilar karakter yaitu 1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2)kemandirian dan tanggungjawab; 3) kejujuran/amanah, diplomatis; 4) hormat dan santun; 5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; 6) percaya diri dan pekerja keras; 7) kepemimpinan dan keadilan; 8)  baik dan rendah hati, dan; 9) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kedua, metoda feeling the good. Yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Dan terakhir, acting the good. Membiasakan melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Dari ketiga metoda diatas perlu keteladanan. Jika di rumah maka orangtualah suritauladannya. Kalau di sekolah tentu guru-guru yang menjadi contoh dan pembimbing karakter itu. Saat di masyarakat para tokoh dan pejabat yang harus memberikan contoh, sehingga orang-orang akan mencontoh perilaku pimpinannya.
Pendidikan karakter di STKIP Al Hikmah diawali dengan para mahasiswa berkomitmen untuk sholat berjamaah di masjid dan berada di shaf I, maka para dosen juga harus memberi contoh demikian juga. Selanjutnya dijaga istiqomahnya kebiasaan baik ini hingga ajal menjemput.
Komitmen mahasiswa diatas merupakan pembangunan  akhlak di STKIP Al Hikmah yang didasarkan pada iman dan amal shaleh. Berikut struktur materi akhlak yang harus dibiasakan setiap hari meliputi:
1.   Akhlak kepada Allah dan Rasulnya (taat beribadah  mengikuti Qur’an & Sunah Nabi)
        2. Akhlak kepada Orangtua & Guru(hormat dan patuh)
3. Akhlak kepada Sesama(bermanfaat/beramal baik)
        4.. Akhlak kepada Lingkungan(menjaga & merawat)
5. Akhlak kepada Diri sendiri(menjaga diri dari keburukan)
Pembiasaan berakhlak mulia di mahad STKIP Al Hikmah dimulai sejak dini hari pukul + 3.30 bangun pagi ambil air wudlu sholat tahajud; membaca alQur’an 2-3 lembar, berdzikir; sholat shubuh dan hafalan alQur’an. Selanjutnya olahraga ringan sebelum mandi pagi dan sarapan. Selanjutnya pukul 6.30 masuk kuliah diawali tilawah alQur’an baru tepat pukul 7.00 perkuliahan dimulai hingga pukul 11.25. Kegiatan berikutnya sholat dhuhur berjamaah, makan siang, istirahat, kuliah hingga sore hari. Mahasiswa mencuci, bersih diri, dan persiapan ke masjid untuk kegiatan sholat dan membaca alQur’an.
Kegiatan malam hari mahasiswa STKIP Al Hikmah makan malam, menyelesaikan tugas mandiri dan belajar sampai pukul 22.00 menuju keperaduan dengan didahului ambil air wudlu dan doa tidur.
Kebiasaan berakhlak mulia tersebut dibangun hingga 4 tahun ke depan. Berharap akan tumbuh dan berkembang menjadi akhlak mulia sebagai seorang guru yang patut dicontoh siswa-siswinya kelak terjun di sekolah mana saja di bumi Indonesia.
Pada akhirnya pendidikan akhlak mahasiswa STKIP Al Hikmah menjadi upaya patungan dari banyak pihak mulai dari para pengurus yayasan, para pimpinan, dosen, staf dan mahasiswa STKIP Al Hikmah. Sebagai upaya menyiapkan pendidikan abad 21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar