sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Jumat, 13 Desember 2013

Nasehat Buat Anak-Anakku(1)



Beban berat terasa di lidah untuk menyampaikan nasehat. Nasehat seorang bapak kepada anak-anaknya. Ketiga anak perempuan yang saat ini tumbuh menjadi remaja dan menuju dewasa. Momen yang tepat, cair pembicaraan, tidak terlalu menggurui, dan tidak mendoktrin tapi sampai maksudnya. Saat seperti itu yang dalam beberapa hari saya panjatkan pada Allah. Menunggu dan menunggu… Kapan?

Saat mengantar anak ketiga ke sekolah tiba-tiba dia membuka pembicaraan . . .
“Bapak, semalam ada kecelakaan di jalan Karpil”. Celetuk anakku mengawali.
“Oh, ya! Di sebelah mana?”kejarku.
“Itu dekat pasar! Meninggal. Wong dikasih koran tubuhnya.”jelas anakku.

Saya mencoba diam sejenak tidak melanjutkan pertanyaan… tiba-tiba dia melanjutkan.
“Yang meninggal perempuan, kelihatannya terlindas truk trailer. Kasihan…”ibanya.
Kemudian saya menceritakan beberapa perilaku  anak remaja dan dewasa yang ceroboh berkendaraan. Bersepeda motor kebut-kebutan, zig-zag menyalip kendaraan, menyalip di sebelah kiri ugal-ugalan, tanpa helm, dan belok tanpa memberi tanda. Itu semua perilaku ceroboh. Bukan hanya ceroboh berakibat bagi dirinya saja tapi juga orang lain. Pengendara yang bertanggungjawab adalah orang yang berkendara mengikuti aturan lalu lintas, selalu menjaga keselamatan diri dan orang lain, dan bila terjadi kecelakaan tidak melarikan diri. Lalu …

“Bagaimana dengan kamu?”tanya saya ingin tahu.
“Ya enggak gitu!” tegasnya.
“Masa? Benar begitu?”jawab saya agak kurang percaya.
“Kadang-kadang.”jawab anak saya singkat.
“Janganlah kamu tiru perilaku yang seperti itu. Tidak baik!”tegas saya.

Memang kalau kita perhatikan banyak orang di sekitar kita tidak mau bertanggungjawab, padahal mereka pelakunya. Contoh perilaku tidak bertanggungjawab selain berkendaraan adalah orang yang membuang sampah sembarangan dan pergaulan bebas. Kedua masalah tersebut menjadi penyakit yang terus berkembangbiak seiring kemajuan zaman yang serba konsumtif dan hidonis.

Beberapa kali saya menjumpai orang yang membuang sampah di pinggir jalan, dan bukan di tempat sampah. Bahkan suami istri naik sepeda motor lalu membuang sampah ke sungai tanpa merasa bersalah! Dalam hati saya bertanya lalu siapa yang akan membuang sampah ke TPA? Demikian juga orang yang membuang sampah ke sungai apakah mereka merasa aman kalau sampah sudah dibuang di sungai. Selesai masalah! Toh bila ada masalah biar orang lain saja yang kena, asal dirinya tidak. Sikap individualis sebenarnya bukan sifat asli orang Indonesia, yang katanya ramah dan peduli. Lalu  mengapa demikian? Itu pertanyaan yang kita semua perlu tahu apa penyebabnya.

Demikian juga pergaulan bebas antara laki dan perempuan tanpa ada rasa malu, risih, salah, dan berdosa. Bahkan ada alasan suka sama suka atau karena pacar, seakan-akan bebas melakukan apa saja. Sehingga akhir-akhir ini banyak berita yang kita dengar dan saksikan pelecehan seksual, photo mesum terjadi mulai anak-anak hingga pejabat. Bila ditelusuri mereka adalah orang beragama. Tapi mengapa kok tidak mencerminkan sebagai orang-orang beragama? Apakah agama hanya di tempat-tempat ibadah saja? Di luar tidak perlu! Dan apakah mereka merasa Tuhan tidak melihatnya? Naudzubillah min dzalik! Ini bentuk-bentuk perilaku yang tidak bertanggungjawab baik kepada Tuhan, orangtua, dan masyarakat. Ada seorang Kyai yang bilang perilaku tersebut seperti codot(=kelelawar) yang mau enaknya sendiri.

Sebagai orangtua, kita semua berkewajiban mendidik, membimbing, mengarahkan, dan mengingatkan anak-anak untuk berperilaku yang bertanggungjawab,  baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
“Kamu dapat menghindar dari tanggungjawab saat ini, tapi tidak untuk besok”
                                                                                                                 -hrm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar