sepirite...

Membaca membuka cakrawala berpikir,menulis pengikat ilmu dan warisan kan dikenang

Senin, 25 Juni 2012

Membangun Kesadaran Diri


”Tanpa disiplin, tidak ada kehidupan sama sekali”
Katharine Hepburn

Sejak awal berdiri sekolah pak Supangkat(bukan nama sebenarnya) di mana ia pertama kali sebagai kepala sekolah yang membiasakan program penyambutan siswa. Dan sekarang sudah banyak sekolah – sekolah yang melakukan penyambutan murid-murid di depan pintu gerbang sekolah. Semoga ini sebuah kesadaran dan sekaligus sebuah simbol pertaubatan akan pentingnya membangun kesadaran diri. Kesadaran diri akan apa sekolah selama ini membangun. Anak-anak menempuh sekolah untuk jenjang TK 2 tahun lamanya, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun lamanya. Belum lagi bila mereka akan melanjutkan ke PT 4 tahun sekurang-kurangnya yang harus mereka tempuh. Begitu panjang dan lama perjalanan mereka harus lalui untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Jadi anak-anak didik kita bila lengkap menempuh pendidikan dan pengajaran selama 18 tahun. 
Pendidikan selama itu haruslah jelas bagi para pendidik, orang tua dan pemerintah, bahwa sebenarnya kita semua ini akan membangun apa? Apakah kita sudah mengetahui dan merasakan akan hasil pendidikan dari tiap-tiap jenjang pendidikan? Lulusan SD harus ada perubahan apa pada mereka? Demikian pula untuk lulusan SMP, SMA dan PT. Bila ternyata kita belum mengetahui sebenarnya sekolah dan perguruan tinggi itu membangun apa, tentu kita juga tidak akan pernah mengetahui dan tidak akan pernah merasakan perubahan apa-apa pada mereka, para lulusannya. Selama ini yang menjadi hasrat atau nafsu kuat dari pendidik, orang tua dan pemerintah adalah anak didik mendapatkan nilai yang tinggi saja yang tidak dilandasi sikap atau akhlak yang kuat. Sebagai akibat pembangunan sistem pendidikan yang belum berimbang. Sebagai contoh untuk mendapatkan nilai UAN dengan standar kelulusan 5.00 baik siswa, guru dan orang tua melakukan sesuatu yang tidak jujur dan tidak terpuji, pembocoran kunci jawaban.
Arah pembangunan pendidikan kita akan benar dan sesuai dengan falsafah Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara dengan triloginya yaitu ing ngarso sun tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, bila kita mendahulukan pembangunan sikap dan perilaku dari pada kecerdasan otak semata. Betapa besar dampak sistem pendidikan kita sekiranya pondasi pembangunan kecerdasan kognisi anak-anak didik kita ditopang oleh sikap-perilaku dan keterampilan sebagaimana diagram di bawah ini:

Pembangunan sikap dan perilaku pada prioritas pertama contohnya adalah disiplin, jujur, pekerja keras dan pantang menyerah.
Dan pembangunan keterampilan sebagai pendukung contohnya adalah berbahasa-berbicara, menulis dan berhitung.
Kemudian terakhir pembangunan pengetahuan contohnya adalah pengetahuan alam, sosial dan logik-matematik.
            Anak didik adalah pewaris kita yang harus dipersiapkan dengan benar. Merekalah nantinya yang akan melanjutkan tali estafet pembangunan bangsa ini. Penyambutan siswa di pagi hari itu hendaklah menjadi gambaran pada kita semua betapa anak didik menjadi tamu istimewa yang harus kita jamu dengan jamuan yang istimewa pula. Sadarlah! Sadarlah! Dan berjanjilah pada diri kita masing-masing dengan mengubah orientasi pembangunan pendidikan bangsa ini menjadi sikap-perilaku dan keterampilan menjadi penyangga kecerdasan (pengetahuan) anak didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar