Maha Benar Allah atas nikmat yang telah dikaruniakan
atas umat manusia berupa al-Qur’an, melalui kholilullah Muhammad Saw. sebagai model
riil kehidupan. Maha Suci Allah dan Maha Besar demikian komentar saya setelah
membaca cerita diatas. Dari kisah tersebut saya tertarik pada 2 pribadi yang
menggelitik hati dan pemikiran yaitu: Ibrahim dan Jad. Keduanya merupakan
pribadi beda usia, beda karakter, dan lebih-lebih beda ideologi. Pada tulisan
ini saya mencoba untuk menuangkan sisi-sisi yang dapat diungkap berdasarkan
kisah yang tersurat maupun yang tersirat.
Ibrahim sosok yang menarik dari kepribadiannya adalah
pada pribadi yang santun, ke-Bapak-an, dan dalam pemahaman al-Qur’annya.
Santun
Siapapun kita pada akhirnya semua akan kembali pada
karakter, akhlak pada diri masing-masing. Keluhuran seseorang karena akhlaknya
sebagaimana misi Rasulullah adalah untuk menyempurnakan akhlak. Dan akhlak Rasulullah
adalah al-Qur’an. Salah satu ayat yang berkaitan dengan hal ini firman-Nya:
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(QS.al-Imron(4).159)
Keluhuran budi pekerti yang Rasul
tunjukan pada umat sungguh luar biasa. Yang dapat kita baca dari Sirah Nabi.
Demikian juga para Nabi sebelumnya seperti Nabi Musa AS. Saat berdakwah kepada
Firaun yang jelas-jelas mengaku sebagai Tuhan(=kemungkaran yang top) Firman-Nya
Thaha(20).42-44:
“Pergilah
kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua
lalai dalam mengingat-Ku;
Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."
Ibrahim
bukan hanya paham ajaran ini tapi juga mampu mengaplikasikan dengan cantik pada
Jadullah. Tanpa panggilan kasar dan menghina justru teguran yang santun
meskipun Jad telah mencuri cokelat setiap hari.
Ke-Bapak-an
Keluhuran budi sudah sepantasnya orang yang lebih tua
memberi contoh. Ibrahim tidak langsung menegur kesalahan dengan cara
merendahkan atau menghina kesalahan Jad tapi dialog dan membangun komitmen yang
dikedepankan. Allah Swt. memberi contoh metodologi pendidikan sebagaimana
firman-Nya:
“Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."(QS.ash-Shafat(37).102)
Melalui ayat diatas dapat diambil
hikmahnya adalah peran Bapak untuk mengajak dialog dan komitmen atau
konsekuensi dari keputusan yang sudah diambil. Dengan model tersebut anak dalam melakukan tindakan atas kesadaran
dan mengetahui konsekuensinya. maka ia akan menjadi anak yang bertanggungjawab.
Kedalaman
Pemahaman
Mendahulukan simpatik dan kemulyaan “Islam” dari
hakekat atau esensinya bukan label dan doktrin. Bila tidak demikian maka yang terjadi
akan menjauh pada Islam dan antipati pada ajaran yang menyelamatkan dunia dan
akherat.
“Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.”(QS.al-Anbiyaa’(21).107)
Semua firman-Nya mampu menjawab
persoalan-persoalan kehidupan. Bagaimana seorang Ibrahim yang hanya penjaga
toko dengan pendidikan tidak tinggi tapi mampu menjawab banyak persoalan hidup.
Beliau berperan sebagai Dai(=guru) yang mampu melahirkan murid yang mampu
mengislamkan ribuan pemeluk nasrani dan yahudi eropa dan penduduk afrika
selatan. Semoga kita dapat mencontoh amal shalihnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar