(bersyukur atas karunia-Nya)
“I’ve
seen you silent at meetings. I’ve seen you eating lunch alone. And I’ve even
seen your louder, less talented colleagues promoted over you. Yet I know you
have something to say. What stops you from saying what you want to say,
especially when it’s about you? Perhaps you don’t want to brag or draw too much
attention to yourself.”
Paragraf itu terdapat
di halaman pertama dari buku Self-Promotion for Introverts. Bila
dicermati, ada beberapa point yang menjelaskan karakter seorang introvet.
Pendiam, penyendiri, bersuara keras, tidak suka (atau malu) menonjolkan diri.
Akhirnya karirnya kalah dibandingkan dengan rekan-rekannya yang punya karakter
sebaliknya. “Itulah karakter orang introvert,” kata Nancy Ancowitz, penulisnya.
(kutipan dari http://edhy-aruman.blogspot.com)
Perjalanan
hidup kita sampai se-usia seperti saat ini, tentu banyak kisah yang dapat diungkapkan.
Termasuk apa saja yang melatarbelakanginya. Ada orang yang memiliki karakter introvert dan ada pula yang berkarakter extrovert. Teringat penjelasan dalam kitab Tafsir Ibnu
Katsir Qs. Al Mukminun ayat 12 sbb:
Mujahid
mengemukakan: “Min sulaalatin berarti dari mani anak cucu Adam.” Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Musa, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam
dari satu genggaman tanah yang digenggam-Nya dari seluruh permukaan bumi.
Kemudian anak-anak Adam datang sesuai dengan kadar warna tanah. Di antara
mereka ada yang merah, putih, hitam, dan perpaduan antara warna-warni tersebut,
ada yang lembut dan kasar (keras), ada yang jahat dan ada juga yang baik, atau
di antara keduanya.”
Hadits
tersebut telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at Tirmidzi. Beliau mengatakan
bahwa hadits tersebut hasan shahih.
Cetakan
kita, maksudnya bawaan kita bukanlah suatu kesalahan. Ini potensi. Harus
disyukuri oleh kita semua. Melalui ini juga Allah menebarkan rezeki-Nya. Dan
melalui ini pula Allah mengatur system kehidupan yang sungguh luar biasa. Jadi
perbedaan tipologi di antara kita bukan sesuatu yang direndahkan atau
diunggulkan. Tidak! Sungguh tidak. Namun menjadi tantangan buat kita semua,
apakah kita mau menjadi yang terbaik. Bila jawabannya ‘ya’ maka fastabiqul khoirot, berlombalah dalam
kebaikan yang harus dilakukan.Qs.2.148. Dan bukankah pula Allah ingatkan kita
semua akan hal ini dalam Qs.Al Mulk(67)ayat 2 sbb:
“Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Dalam kaitannya
dengan Multiple intellegance yang perlu diketahui adalah aspek pemahaman dan
pengenalan emosi diri, mampu mengelolanya dan meningkatan kecerdasan tersebut.
Insyallah kita akan lebih sukses dari saat ini. “Bangga pada diri sendiri”
berarti menyukuri nikmat yang Allah telah anugerahkan kepada diri kita. Pasti
Allah akan menambah nikmat buat kita.
Akhirnya
apapun latar belakang, status, jabatan, dan kondisi kita saat ini bukanlah alasan
untuk tidak maju. Sukses dan kaya adalah hak bagi yang mau meraihnya! Sementara
gagal dan miskin adalah pilihan dan tangga menuju hak kita. Allah menyerahkan
pada hamba-Nya apa saja yang mereka minta, Dia akan mengabulkan! Dia-lah Yang
Maha Kuasa atas segala sesuatu. That’s
all. Titik. Yang terpenting bagi-Nya adalah ke-Takwaan-nya sebagai mana diingatkan dalam Qs.Al Hujurat ayat 13
sbb:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling Taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Teladan
buat kita:
1. Nabi Ayyub a.s, yang pernah jatuh
miskin dan menderita tetap takwa.
2. Nabi Sulaiman a.s, kaya raya tdk ada
makhluk di muka bumi ini yang diberi karunia dan kekuasaan sepertinya, beliau
tetap takwa.
3. Abu Hurairah(Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi), penghafal hadits terkenal dalam keadaan
miskin tetap bertakwa.
4. Istri Fir’aun,
Asiyah yang kaya dan masyithoh yang miskin tetap takwa.
5. Ali bin
Abi Tholib r.a dan keluarga, luas ilmunya meskipun dalam keadaan miskin tetap
taat pada Allah.
6. Umar bin Khatab, orangnya keras dan
bergelimang harta tetap sederhana dan taat pada Allah dan Rasul-Nya.
7. Begitu juga dengan para sabahat Nabi
lainnya dan hamba-hamba-Nya yang sholeh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar