Outbond Pembaharu 2014 |
Hebat! Kometar saya usai kegiatan tes wawancara. Yang
berlangsung di awal bulan Mei 2014 yang lalu. Bagaimana saya sampai
bisa mengomentari demikian?
Berikut petikan wawancaranya:
Sebut saja nama interviewee
Khoirul(nama samaran) dipanggil Irul.
“Siapa namamu?”tanya saya
“Khoirul.”jawabnya singkat
“Emm. Dimana asal sekolahmu?”tanya saya kemudian
“SMA Negeri di Surabaya, Ustadz!”jawab Irul
“Apa niatmu mendaftar menjadi mahasiswa STKIP?”selidik saya
“Begini, pak. Ee.. Ustadz! Aku kepingin lebih baik dan
bermanfaat.”terangnya
singkat
“Memangnya kamu belum menjadi anak yang baik?”komentar saya
“Apa kamu merokok? Minum-minuman keras? Atau pacaran?”pertanyaan beruntun saya
Lalu Irul pun bercerita…
Kala sekolah di SMP ia punya gang yang suka
bergerombol membuat onar, berkelahi dan suka gandhol pick up atau truk cari tumpangan saat pulang sekolah. Tidak
ketinggalan pula merokok dan minum-minuman keras!
“Kamu juga minum, ya?!”seloroh saya
“Sumpah Ustadz! Cuma sekali, karena dipaksa!!!”jawabnya dengan wajah penuh sesal
“Benar Ustadz saat SMP…!”imbuhnya
Tekad irul muda setelah kejadian itu
hingga lulus SMA, menjadi anak yang baik dan mengajak teman-temannya yang
berperilaku kurang baik, tidak pernah sholat dan berkata kotor menjadi mau
sholat dan berkata lebih sopan.
Kejadian di atas
merupakan sepenggal kisah perjalanan
salah
satu mahasiswa STKIP Al Hikmah calon guru pejuang, yang bukan hanya cerdas
namun juga berakhlak karimah. Merekalah yang akan terus berjuang mencerdaskan
anak-anak bangsa ke depan dan
memberi tauladan dengan akhlak mulia.
Berbicara mengenai akhlak, kata ini berasal dari bahasa Arab akhlaq (yang
berarti tabiat, perangai, dan kebiasaan)
Yang banyak
ditemukan dalam hadis Nabi Saw. Dalam salah satu hadisnya Rasulullah saw.
bersabda,
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk
menyempurnakan
akhlak
yang mulia”. (HR.
Ahmad).
Melalui akhlaklah kelakuan manusia dapat dibedakan
baik dan buruknya(Ainain,
1985: 186).
Sering kali istilah ‘akhlak’ disamakan maknanya dengan moral dan etika. Dan sering pula disejajarkan
dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun
(Faisal
Ismail, 1998: 178).
Saat ini banyak didengungkan dan disosialisasikan
dengan istilah pendidikan karakter. Lalu apa sebenarnya yang
dimaksud dengan karakter? Kata karakter (Inggris: character)
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang
berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa
diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan(Echols dan
Shadily, 1995: 214).
Dalam
Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter”
diartikan
dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka,
ruang,
simbul khusus
yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas,
2008: 682).
Jadi orang
berkarakter berarti orang yang berkepribadian,
berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan makna seperti itu berarti karakter identik dengan
akhlak.
Menurut Prof . Suyanto Ph.D bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan
dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Di bangsa dan masyarakat yang sudah
maju untuk menciptakan suatu harmoni kehidupan, karakter sangat dijunjung
tinggi. Sebutlah tetangga kita, Singapura yang sangat menjunjung tinggi
kejujuran dan kedisiplinan. Ketika seorang pelajar ketahuan mencontek, maka
akan mendapat denda, dikeluarkan dari sekolah, dan selamanya tidak boleh
menjadi pegawai pemerintah. Lalu pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan Negara
kita…? Marilah kita bangun bersama-sama!
Sebenarnya pendidikan
karakter di negara kita sudah merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Dr. Martin
Luther King menegaskan berkaitan dengan
tujuan pendidikan yakni; intelligence
plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang
berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Pendidikan karakter yaitu pendidikan yang harus melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan
(action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan
karakter tidak akan efektif.
Pembangunan karakter bukan hanya pada sisi
pengetahuannya saja. Namun, dengan tindakan akan lebih berpengaruh. Dalam hal
ini Prof. Suyanto Ph.D menjelaskan dengan menggunakan model pendidikan holistik.
Pertama, metode knowing the good, yaitu dengan diajarkan yang
ada pada 9 pilar karakter yaitu 1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2)kemandirian dan tanggungjawab; 3) kejujuran/amanah, diplomatis; 4) hormat dan santun; 5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong/kerjasama; 6) percaya diri dan pekerja keras; 7) kepemimpinan dan keadilan; 8) baik dan rendah
hati, dan; 9) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kedua, metoda feeling the
good. Yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan
menjadi engine yang bisa membuat
orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa,
orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku
kebajikan itu. Dan terakhir, acting the good. Membiasakan melakukan kebajikan, maka acting the
good itu berubah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Dari ketiga metoda diatas
perlu keteladanan. Jika di rumah maka orangtualah suritauladannya. Kalau di
sekolah tentu guru-guru yang menjadi contoh dan pembimbing karakter itu. Saat
di masyarakat para tokoh dan pejabat yang harus memberikan contoh, sehingga
orang-orang akan mencontoh perilaku pimpinannya.
Pendidikan karakter di STKIP
Al Hikmah diawali dengan para mahasiswa berkomitmen untuk sholat berjamaah di
masjid dan berada di shaf I, maka para dosen juga harus memberi contoh demikian
juga. Selanjutnya dijaga istiqomahnya kebiasaan baik ini hingga ajal menjemput.
Komitmen mahasiswa diatas
merupakan pembangunan akhlak di STKIP Al
Hikmah yang didasarkan pada iman dan amal shaleh. Berikut struktur materi
akhlak yang harus dibiasakan setiap hari meliputi:
1. Akhlak kepada Allah dan
Rasulnya (taat beribadah mengikuti
Qur’an & Sunah Nabi)
2. Akhlak kepada Orangtua & Guru(hormat dan
patuh)
3. Akhlak kepada
Sesama(bermanfaat/beramal baik)
4.. Akhlak kepada
Lingkungan(menjaga & merawat)
5. Akhlak kepada Diri sendiri(menjaga
diri dari keburukan)
Pembiasaan berakhlak mulia di
mahad STKIP Al Hikmah dimulai sejak dini hari pukul + 3.30 bangun pagi
ambil air wudlu sholat tahajud; membaca alQur’an 2-3 lembar, berdzikir; sholat
shubuh dan hafalan alQur’an. Selanjutnya olahraga ringan sebelum mandi pagi dan
sarapan. Selanjutnya pukul 6.30 masuk kuliah diawali tilawah alQur’an baru
tepat pukul 7.00 perkuliahan dimulai hingga pukul 11.25. Kegiatan berikutnya
sholat dhuhur berjamaah, makan siang, istirahat, kuliah hingga sore hari. Mahasiswa
mencuci, bersih diri, dan persiapan ke masjid untuk kegiatan sholat dan membaca
alQur’an.
Kegiatan malam hari mahasiswa
STKIP Al Hikmah makan malam, menyelesaikan tugas mandiri dan belajar sampai
pukul 22.00 menuju keperaduan dengan didahului ambil air wudlu dan doa tidur.
Kebiasaan berakhlak mulia
tersebut dibangun hingga 4 tahun ke depan. Berharap akan tumbuh dan berkembang
menjadi akhlak mulia sebagai seorang guru yang patut dicontoh siswa-siswinya
kelak terjun di sekolah mana saja di bumi Indonesia.
Pada akhirnya pendidikan
akhlak mahasiswa STKIP Al Hikmah menjadi upaya patungan dari banyak pihak mulai
dari para pengurus yayasan, para pimpinan, dosen, staf dan mahasiswa STKIP Al
Hikmah. Sebagai upaya menyiapkan pendidikan abad 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar