Inti dari
seseorang adalah akhlak yang menjadi budi pekertinya. Berharga atau tidaknya
seseorang dihadapan manusia lain tidak lain karena akhlaknya. Lebih-lebih nanti
dihadapan Allah SWT yang akan menghisab setiap manusia juga di dasarkan pada
amal perbuatan. Dalam hal ini menjadi buah dari akhlak. Sekarang apakah dari
kita, sebagai manusia yang mempunyai kebebasan untuk memilih sebagai
orang yang berakhlak atau tidak?
Artinya bahwa seseorang yang dalam hidupnya memerankan sebagai orang yang
berakhlak mulia atau sebaliknya. Sebagai contoh, peran seorang yang jujur pada
umumnya semua sepakat bahwa itu akhlak atau perangai yang mulia. Meskipun
terjadi pertentangan di kelompok-kelompok kecil yang mengedepankan kepentingan
“dunia” maka jujur menjadi sifat yang “tidak baik” untuk dikedepankan di
kelompoknya. Menjadi orang jujur atau orang bohong akhirnya diserahkan pada
manusia itu sendiri untuk memilihnya. Pasti. Setiap orang sudah secara otomatis
mampu menilai bahwa apakah seseorang itu jujur ataukah tidak, karena
masing-masing dari kita telah memiliki ukuran yang merupakan anugerah Ilahi.
Memilih untuk
berakhlak yang baik seseorang masih dipertimbangan bahkan diterima
keberadaannya di lingkungan sekitarnya. Meskipun orang itu tidak berharta
banyak, tidak perpangkat tinggi, dan tidak bergelar di samping namanya. Orang-orang
seperti ini bukanlah membahayakan lingkungan. Bukan pula parasit yang
menyebarkan benih-benih kerusakan dan mengganggu di mana pun mereka berada.
Sampai pada suatu titik di mana orang itu “bodoh” tidak memiliki kepandaian
apapun. Toh. Masyarakat masih menerimanya sebagai warganya. Lain halnya ketika
seseorang yang memiliki segalanya, namun berakhlak yang buruk. Banyak orang
yang tentu membencinya karena ketidaksesuaiannya antara banyaknya harta tapi
dipakai untuk melakukan kecurangan dan kejahatan. Tingginya jabatan tidak
membawa kebaikan bagi orang lain, malah menjadikan sengsara dan kerusakan pada
masyarakat atas perbuatannya. Demikian juga orang yang gelarnya banyak
disematkan di samping namanya tidak memberikan pengaruh dan kontribusi pada
kemajuan orang lain, justru menunjukkan keburukan moral seorang akademisi.
Memalukan. Benci… Benci… Masyarakat tentu saja membenci orang-orang yang tidak
memiliki akhlak mulia bahkan mengusirnya kalau mungkin keluar dari muka bumi
ini.
Setiap manusia
yang lahir di muka bumi ini telah dianugerahkan potensi oleh Allah Sang
Pencipta jagad raya ini. Untuk mengurusi dunia manusia diberikan bekal berupa
akal pikiran, perasaan, dan budi pekerti menjadi modal utama untuk kemakmuran
bumi ini. Bersamaan itu pula Allah SWT juga menganugerahkan potensi pada setiap
diri manusia berupa keburukan sebagai pasangannya. Benar-benar Allah
menunjukkan rahman dan rahim-Nya atas hamba-hamba-Nya. Dengan alasan ini
pulalah manusia dibalas oleh Allah dengan kehidupan yang menyenangkan berupa
surga bagi yang memilih akhlak mulia dalam hidupnya. Balasan Allah juga berlaku
atas orang-orang yang memilih berakhlak buruk berupa kehidupan yang sengsara,
yaitu neraka.(dari Para Penghuni Surga oleh Heri miarto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar